Rabu, 16 September 2015

Bacteri Lignochloritik

Berawal di 2003 penelitian untuk disertasi jenjang doktoral, Indah Prihartini mulai mengisolasi bakteri dari berbagai sumber. Targetnya, mendapatkan bakteri yang punya kemampuan menghilangkan residu kimia pada pakan sekaligus mampu meningkatkan kualitas pakan, dan hasil produksinya. Isolasi beberapa sampel mikroba dari beberapa tempat membuahkan hasil satu jenis bakteri, yang kemudian ia beri nama Lignochloritik, sesuai kemampuannya mendegradasi lignin dan organoklorin.

Kepada TROBOS Livestock Guru Besar Ilmu Nutrisi Ruminansia, Jurusan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini memaparkan, pakan ternak ruminansia utamanya sapi perah dan sapi potong, umumnya hijauan dan limbah pertanian. Dan jamak diketahui, limbah pertanian di Indonesia berkualitas rendah, tinggi kandungan lignoselulosa, anti-nutrisi yang membatasi tingkat kecernaan bahan pakan tersebut. Indah menyebut, lignin termasuk polisakarida yang sulit dihancurkan atau difermentasi dalam rumen sapi. “Hanya sebagian kecil mikroba yang mampu mentransformasi senyawa lignin menjadi senyawa lain yang mudah terhidrolisasi,” terangnya.

Tak hanya soal tingkat kecernaan yang rendah, sumber pakan limbah pertanian dan hijauan diyakini mengandung cemaran pestisida yang berpotensi jadi ancaman keamanan pangan hasil ternak. Inilah yang menjadi dasar gagasan pencarian Indah melalui risetnya. Dan uji yang dilakukannya memberikan hasil signifikan, bakteri Lignochloritik tidak hanya memperbaiki kualitas pakan,tapi sekaligus menghilangkan residu di dalamnya.

Tidak berhenti pada sapi potong dan sapi perah, sejak 2007 probiotik yang berasal dari bakteri Lignochloritik temuan Indah ini telah berhasil diimplemplementasikan juga pada pakan domba, ayam pedaging dan petelur, ikan, serta pertanian secara luas.

Produknya pun telah dikomersialisasikan secara luas hingga ke mancanegara karena terbukti meningkatkan keamanan pangan, produksi dan kualitas daging, susu serta unggas. Tercatat produk tersebut telah didiseminasikan di 4 negara, yaituUkraina, Filipina, Finlandia, dan Jepang. Sementara di dalam negeri,kerjasama telah dilakukan dengan PT Perdana Jaya Mulya Agro Bojonegoro, PT KMS Surabaya, dan PT Great Giant Pineaple Lampung. “Diseminasi juga telah dilakukan di 12 provinsi di Indonesia serta 8 kabupaten di Jawa Timur,” imbuh wanita yang telah mengantongi 3 paten dari hasil temuannya itu.

Telah Teruji

Menurut Indah, hampir semua hijauan dan limbah pertanian mengandung residu berbahaya yaitu organochlorin dengan konsentrasi berada di atas ambang batas aman untuk dikonsumsi. Akibatnya, produk hasil ternak sapi seperti susu dan daging juga tercemar residu berbahaya tersebut lantaran sifatnya yang tidak dapat diekskresikan oleh tubuh. “Klorin itu sangat berbahaya karena tidak bisa terurai. Dia akan terdeposit di dalam lemak daging dan lemak susu yang akan menimbulkan berbagai penyakit jika dikonsumsi oleh manusia sebab klorin adalah radikal bebas,” ujar tamatan Fakultas Peternakan IPB itu.

Ia mengatakan, penggunaan pupuk, obat-obatan termasuk pestisida kimia justru jadi penyebab utama penurunan produktivitas lahan yang akhirnya menurunkan produktivitas tanaman. Tekanan input kimia pada lahan juga menyebabkan kecenderungan endemik penyakit tidak hanya pada tanaman juga pada hewan dan manusia.

Disebutkan Indah, di2008 ia menguji kandungan residu organochlorin yang terdeteksi dalam produk susu, pakan hijauan, dan konsentrat. Hasilnya, diperoleh residu tersebut antara lain lindan, aldrin, heptachlor, endrin, diendrin, dan DDT. Total, kandungan seluruh pestisida tersebut tergolong tinggi pada sumber pakan yaitu berkisar 6,38– 12,32 ppm. Sementara kandungan total pestisida pada susu antara 1,26 – 19,22 ppb,danterdapat korelasi erat antara residu pestisida dengan NDF (Neutral Detergent Fiber) pakan serta lemak susu. “Sehingga permasalahan pembangunan pertanian dan peternakan tidak hanya ketahanan pangan tapi juga keamanan pangan. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar